Senin, 20 April 2015

BAB PUASA KITAB FIQIH FATHUL QORIB


Kajian Fiqih Kitab Fathul Qorib bab shiyam Bag 1


بِسْــــــــمِ اللهِ الرَّ حْمَـنِ الرَّ حِيْــــمِ


كِتَابُ أَحْكَمِ الصِّيَامِ
( Kitab yang menerangkan hukum-hukum berpuasa )


وَهُوَ وَالصَّوَمُ مَصْدَرَانِ مَعْنَا هُمَا لُغَةً أَلْاِمْسَاكُ وَشَرْعًا إِمْسَاكُ عَنْ مُفْطِرٍ بِنِيَّةٍ مَخْصُوْصَةٍ جَمِيْعَ نَهَارٍ قَابِلٍ لِلصَّوْمِ مِنْ مُسْلِمٍ عَاقِلٍ طَاهِرٍ مِنْ حَيْضٍ وَنِفَاسٍ

Shiyam dan shoum kedua-duanya adalah masdar (isim manshub yang dalam tasrifan fi’il jatuh pada urutan ketiga : SOOMA, YA SUUMU, SOUMAN  صام، يصوم، صوما ).
Arti makna Shiyam dan Shoum menurut bahasa adalah Imsak (MENAHAN). Dan menurut istilah Syara’ yaitu menahan dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, disertai dengan niat yang telah ditentukan dari semua siang hari yang menerima terhadap puasa dari seorang muslim, yang mempunyai akal, yang suci dari Haid dan nifas.


وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الصِّيَامِؤثَلاَثَةُ أَشْيَاءَ وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ : اْلإِسْلَامُ وَالْبُلُوْغُ وَالعَقْلُ وَالقُدْرَةُ عَلَى الصَّوْمِ. وَهَاذَا هُوَالسَّاقِطُ عَلَى نُسْخَطِ الثَّلاَثَةِ، فَلاَيَجِبُ اَلصَّوْمُ عَلَى الْمُتَّصِفِ بِأَضْدَادِ ذَالِكَ.

Syarat wajibnya puasa yaitu ada 3 perkara, dan menurut sebagian salinan matan ada 4 perkara yaitu: 1. Islam 
2. Baligh 
3. Berakal 
4. Mampu/kuasa untuk berpuasa. 
Dan yang keempat (kudrot/ mampu) yaitu perkara yang gugur dari tulisan 3 perkara. Maka tidaklah wajib bagi orang yang terkena lawan dari 4 sifat perkara diatas.

وَفَرَائِضُ الصَّوْمِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ
١ . اَحَدُهَا أَلنِّيَّةُ بِالْقَلْبِ، فَأِنْ كَانَ اَلصَّوْمُ فَرْضًا كَرَمْضَانَ أَوْ نَذْرًا فَلَا بُدَّ مِنْ إِيْقَاعِ النِّيَّةِ لَيْلاً وَيَجِبُ اّلتَّعْيِيْنُ فِيْ صَوْمِ الفَرْضِ كَرَمْضَانَ وَأَكْمَلُ نِيَّةِ صَوْمِهِ أَنْ يَقُوْلَ الشَّخْصُ “نَوَيْتُ صَوْمَ غَـدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَحْرِ رَمَضَانِ هَاذِهِ السَّنَّةِ لِلهِ تَعَالَى

Kefardhuan / rukun berpuasa itu ada 4 perkara :
Fardhu puasa yang pertama dari yang empat adalah niat degan hati. Maka seandainya berpuasa fardhu seperti puasa Romadhon atau puasa Nadzar hendaklah saat menghadirkan niat dalam hati pada malamnya wajib menentukan puasa fardhu seperti puasa romadhon. Sedangkan kesempuraan niat puasa Romadhon “Nawaitu shouma ghodin ‘an adaa`I fardhi syahri ramadhoni haadzihis-sanati lillahi ta’ala” saya niat berpuasa fardhu hari esok bulan Romadhon tahun ini lillahi ta’ala.

٢ . وَالثَّانِى اَلْإِمْسَاكُ عَنِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَإِنْ قَلَّ اَلْمَأْ كُوْلُ وَالْمَشْرَبُ عِنْدَالتَّعَمُّدِ فَأِنْ اَكَلَ نَاسِيًا اَوْ جَاهِلًا لَمْيُفْطِرْ اِنْ كَانَ قَرِيْبَ عَهْدٍ بِالْإِسْلَامِ أَوْنَشَأَ بَعِيْدًا عَنِ الْعُلَمَآءِ وَأِلّاَ اَفْطَرَ

Dan fardhu puasa yang kedua dari yang empat yaitu menahan dari makan dan minum meskipun hanya sedikit sesuatu yang dimakan atau diminum halnya disengaja. Maka seandainya makan dan minum halnya karena lupa atau jahil (tidak tahu hal tsb batal) maka hal tersebut tidak membatalkan puasanya. Kemungkinan hal itu karena orang tersebut masih awam dalam agama islam atau baru masuk islam ataupun juga karena orang tersebut jauh dari ulama (sehingga tidak tahu pembatalan puasa).

٣ . والثَّالِثُ الْجِمَاعُ عَامِدًا، وَأَمَّالْجِمَاعُ نَاسِيًا فَكَالْاَكْلِ نَاسِيًا


Fardhu puasa yang ketiga dari yang empat yaitu menahan Jima’ (bersetubuh) halnya disengaja (siang hari), adapun Jima’ halnya lupa sedang berpuasa maka hukumnya sama seperti lupa makan dan minum saat berpuasa (tidak batal)

٤ . وَالرَّابِعُ تَعَمَّدُالْقَيْءِ فَلَوْ غَلَبَهُ اَلْقَيْءِ لَمْ يَبْطُلْ صَوْمُهُ

Fardhu puasa yang keempat yaitu menahan dari muntah yang disengaja, maka seandainya memiliki kebiasaan muntah bukan disengaja orang tsb, maka tidaklah batal puasanya.

وَالّذِيْ يَفْطُرُ بِهِ اَلصَّائِمُ عَشَرَةُ اَشْيَآءَ 

Dan perkara yang membatalkan oleh perkara tersebut terhadap puasa itu ada 10 perkara :

١ - ٢ . اَحَدُ هَا وَثَانِهَا مَا وَصَلَ عَمْدًا إِلىَ الْجَوْفِ اَلْمُنْفَتِحِ أَوْغَيْرِالْمُنْفَتِحِ كَالْوُصُوْلِ مِنْ مَأْمُوْمَةٍ إِلىَ الْرَأْسِ وَالْمُرَادُ اِمْسَاكُ صَأئِمِ عَنْ وُصُوْلِ عَيْنٍ اِلَى مَايُسَمَّى جَوْفًا

Yang pertama dan yang kedua dari yang sepuluh yaitu perkara yang sampai perkara tsb halnya disengaja terhadap jauf/1.)rongga terbuka (yang tembus ke bagian dalam tubuh seperti mulut, hidung, telinga dan lain-lain) atau 2.) rongga yang tidak terbuka seperti kulit ubun-ubun kepala. Dan perkara yang dikukuhkan dalam hal ini yaitu menahan bagi orang yang berpuasa dari sampainya ‘aen yang dinamai perkara ini terhadap jauf (rongga).

٣ . وَالثّالِثُ اَلْحُقْنَةُ فِيْ اَجَدِالسَّبِيْلَيْنِ وَهِيَ دَوَاءٌ يَحْقُنُ بِهِ الْمَرِيْضُ فِيْ قُبُلٍ اَوْدُبُرٍ اَلْمُعَبَّرِعَنْهُمَا فِى الْمَتْنِ بِالسَّبِيْلَيْنِ


Dan yang ketiga yaitu memasukan obat pada salah satu lubang. Maksudnya yaitu memasukan obat kepada orang sakit pada lubang kubul (lubang kencing) atau dubur (lubang berak) yang diistilahkan kubul dan dubur pada matan ini dgn lafadz sabilaini السَّبِيْلَيْنِ.

٤ . وَالرَّابِعُ اَلْقَيْءُ عَمْدًا فَإِنْ لَمْ يَعْتَمِدْ لَمْ يَبْطُلْ صَوْمُهُ كَمَا سَبَقَ


Yang ke empat yaitu muntah halnya disengaja, maka seandainya tidak disengaja tidaklah batal puasanya orang tersebut.

٥ . وَالْخَامِسُ اَلْوَطْءُ عَمْدًا فِى الْفَرْجِ ، فَلاَ يَفْطُرُ اَلصَّائِمُ بِالْجِمَاعِ نَاسِيًا كَمَا سَبَقَ


Yang kelima yaitu wathi (bersetubuh) halnya disengaja pada farji, maka tidaklah batal orang yang berpuasa bersetubuh halnya lupa seperti perkara yang sudah dituturkan sbelumnya. 


٦ . وَالسَّادِسُ اَلْاِنْزَالُ ، وَهُوَ خُرُجُ الْمَنِيِّ عَنْ مُبَاشَرَةٍ بِلاَ جِمَاعٍ مُحَرَّمًا كَإِخْرَاجِهِ بِيَدِّهِ أَوْ غَيْرَ مُحَرَّمٍ كَإِخْرَاجِهِ بِيَدِّ زَوْجَتِهِ أَوْجَارِيَتِهِ بِمُبَاشَرَةٍ عَنْ خُرُجِ الءمَنِيِّ بِاحْتِلَاَمٍ فَلَا إِفْـطَارَبِهِ جَزْمًا


Yang keenam yaitu keluar air mani maksudnya yaitu keluar air mani karena bersentuhan kulit meski tidak berjima’ (rangsangan) diharamkan saat berpuasa seperti haram mengeluarkan air mani dengan tangannya sendiri (onani), atau TIDAK diharamkan seperti mengeluarkan air mani dengan tangan istrinya atau dengan tangan jariahnya (budak perempuan). Akan tetapi dikecualikan saat bersentuhan kulit (rangsangan) keluarnya air mani disebabkan mimpi, maka tidaklah batal puasanya karena keluar mani disebabkan mimpi.


٧ - ١٠ . وَالسَّابِعُ إِلَى آخِرِ الْعَشَرَةِ : أَلْحَيْضُ، وَالنِّفَاسُ، وَالْجُنُوْنُ، وَالرِّدَّةُ.

Dan yang ketujuh hingga yang ke sepuluh yaitu 7.Haidh 8. Nifas 9. Gila 10. Murtad.

فَمَتَى طَرَءَ شَيْءٌ مِنْهَا فِيْ اَثْنَاءِالصَّوْمِ

Maka kapan saja kedatangan salah satu perkara dari 10 perkara tsb pada tengah-tengah puasa (saat berpuasa wajib atau sunnah) maka batal lah puasanya.

وَيُسْتَحَبُّ فِى الصَّوْمِ ثَلَاثَةُ أَشْيَآءَ :

Dan disunnahkan saat berpuasa 3 perkara :

أَحَدُهَا تَعْجِلُ الْفِطْرِ إِنْ تَحَقَّقَ اَلصَّائِمُ غُـرُبَ الشَّمْسِ، فَإِنْ شَكَّ فَلاَ يُعَجِّلُ الْفِطْرَ وَيُسَنُّ اَنْ يُفْطِرَ عَلَى تَمَرٍ وَاِلَّا فَمَاءٍ

1. Yang pertama dari yang tiga yaitu disunnahkan menyegerakan berbuka, seandainya jelas dan yakin orang yang berpuasa terhadap terbenamnya matahari (maghrib/waktu berbuka). Maka seandainya ragu hendaklah jangan menyegerakan untuk berbuka. Disunnahkan juga berbuka dengan kurma, jika tak ada kurma maka dengan air putih.

وَالثَّانِى تَأْخِيْرُالسَّحُوْرِ مَالَمْ يَقَعْ فِىْ شَكٍّ وَيَحْصُلُ السَّحُوْرُ بِقَلِيْلِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ


2. Yang kedua yaitu disunnahkan mengakhirkan sahur selama tak ada keraguan (waktu imsak) dan hasil (sah) sahurnya meski hanya sedikit makan dan minumnya

وَالثَّالِثُ تَرْكُ الْهُجْرِ اَيْ الْفُخْشِ مِنَ الْكَلَاَمِ الْفَاخِشِ فَيَصُوْنُ اَلصَّائِمُ لِسَانُهُ عَنِ الْكَذِبِ وَالْغِيْبَةِ وَنَحْوِ ذَالِكَ كَالشَّتْمِ وَإِنْ شَتَمَهُ اَحَدٌ فَلْيَقُلْ مَرَّتَيْنِ اَوْ ثَلَاثًا إِنِّىْ صَائِمٌ إِمَّا بِلِسَانِهِ كَمَا قَالَ النَّوَوِيُّ فِيْ الْاَذْكَارِ اَوْ بِقَلْبِهِ كَمَا نَقَلَهُ اَلرَّفِعِيُّ عَنِ الْأَئِمَّةِ وَاقْتَصَرَ عَلَيْهِ

3. Yang ketiga yaitu disunnahkan meninggalkan keburukan, tegasnya yaitu meninggalkan keburukan dari ucapan-ucapan yang buruk. Maka hendaklah mawas orang yang berpuasa dari lisannya dari perbuatan bohong, ghibah (gosip) dan sejenis lainnya dengan ghibah seperti marah. Dan seandainya ada seseorang yang memarahi orang yang sedang berpuasa maka mestilah berkata orang yang berpuasa tersebut 2 kali atau 3 kali dengan ucapan “ innii shoo`imun” (sesungguhnya saya sedang berpuasa) apakah dengan lisannya orang tersebut seperti perkara yang telah ditutur oleh Al Imam nawawi rahimahullah pada kitab Al Adzkar atau dengan hatinya orang tersebut seperti perkara yang telah ditutur oleh Al Imam Rofi’i dari para Imam. Dan mestilah meringkas terhadap lisan dan hati (innii shoo`imun 2x atau3x).

وَيَحْرُمُ صِيَامُ خَمْسَةِ اَيَّامٍ : اَلْعِيْدَانِ اَيْ صَوْمُ يَوْمِ عِيْدِالْفِطْرِ وَعِيْدِالْأَضْحَى وَاَيَّامِ التَّشْرِيْقِ وَهِيَ اَلثَّلَاثَةُ اَلَّتِيْ بَعْدَيَوْمِ النَحْرِ

Diharamkan berpuasa pada 5 hari : yang pertama dan kedua yaitu pada hari raya ‘idul fithri dan hari raya ‘idul adh-ha dan pada hari Tasyrik yaitu 3 hari pada hari setelah diperbolehkan kurban.

وَيَكْرَهُ تَحْرِيْمًا صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ بِلَاسَبَبٍ يَقْتَضِيْ صَوْمَهُ وَاَشَارَالْمُصَنِّفُ لِبَعْضِ صُوَرِ هَاذَاالسَّبَبِ بِقَوْلِهِ اِلَّا اَنْ يُوَافِقَ عَادَةٌلَهُ فِيْ تَطَوُّعِهِ كَمَنْ عَادَتُهُ صِيَامُ يَوْمٍ وَإِفْطَارُ يَوْمٍ فَوَافَقَ صَوْمُهُ يَوْمَ الشَّكِّ وَلَهُ صِيَامُ يَوْمِ الشَّكِّ اَيْضًا عَنْ قَضَاءٍ وَنَذَرٍ. وَيَوْمُ الشَّكِ هُوَ يَوْمُ الثَّلاَثِيْنَ مِنْ شَعْبَانَ اِذْ لَمْ يَرَ اَلْهِلاَلُ لَيْلَتَهَا مِنَ الصَّحْوِ اَوْتَحَدَّثَ النَّاسُ بِرُؤْيَتِهِ وَلَمْ يَعْلَمْ عَدْلٌ رَوَاهُ اَوْشَهِدَ بِرُؤْيَتِهِ صِبْيَانٌ اَوْعَبِيْدٌ اَوْفَسَقَهُ .

Dan dimakruh tahrimkan ucapan dari mushonnif (pengarang kitab) berpuasa pada hari yang meragukan tanpa ada sebab. Kecuali adanya kebiasaan orang tersebut melakukan puasa sunnahnya, seperti kebiasaan 1 hari berpuasa sunnah satu hari berbuka (puasa nabi daud a.s) maka bertepatan puasanya dengan hari yang meragukan, maka boleh bagi orang tersebut berpuasa pada hari itu, juga dari puasa qodho dan puasa nadzar. Maksud hari yang meragukan yaitu hari ke 30 dibulan sya’ban jika TIDAK TERLIHAT bulan baru pada malamnya dari cuaca yang terang (tak ada awan) atau dari ucapan-ucapan orang yang melihat bulan (biru’yatul hilal) dan tidak tahu orang yang berucap orang adil melihat bulan atau menyaksikan bulan halnya dari anak kecil, hamba sahaya atau orang fasiq.

Kajian Fiqih Kitab Fathul Qorib bab shiyam Bag 2

بِسْــــــــمِ اللهِ الرَّ حْمَـنِ الرَّ حِيْــــمِ


وَمَنْ وَطِئَ فِيْ نَهَارِرَمْضَانَ حَالَ كَوْنِهِ عَامِدًا فِيْ الْفَرِجِ وَهُوَ مُكَلَّفٌ بِالصَّوْمِ وَنَوَى مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ اَثِمٌ بِهَاذَالْوَطْئِ لِاَجْلِ الصَّوْمِ، فَهَلَيْهِ اَلْقَضَآءُ وَالْكِفَارَةُ وَهِيَ عِتْقُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ سَلِيْمَةٍ مِنَ الْعُيُوْبِ اَلمُضِرَّةِ بِالْعَمَلِ وَالْكَسْبِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْهَا فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ صَوْمَهُمَا فَإِطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا اَوْ فَقِيْرًا لِكُلِّ مِسْكِيْنٍ مُدٌّ اَيْ مِمَّا يُجْزِءُ فِيْ صَدَقَةِ الْفِطْرِ فَإِنْ عَجَزَ عَنِ الْجَمِيْعِ اِسْتَقَرَّتْ اَلْكِفَارَةُ فِيْ ذِمَّتِهِ فَإِذَا قَـدَرَ بَعْدَ ذَلِكَ عَلَى خَصْلَةٍ مِنْ خِصَالِ الْكَفَارَةِ فَعَلَهَ.ا

Dan barang siapa yang melakukan persetubuhan disiang hari bulan romadhon pada tingkah keadaan yang disengaja pada farji dan halnya orang tersebut terkena taklif berpuasa serta niat pada malam harinya maka orang tersebut berdosa disebabkan melakukan persetubuhan oleh karena kemuliaan puasa, maka WAJIB terhadap orang tersebut mengqodho puasa dan kifarat. Maksud kifarat disini yaitu memerdekakan hamba sahaya (budak) mukmin. Dan menurut sebagian tulisan yang selamat dari ‘aib yang memudharatkan terhadap amal dan kasab (ladang usaha).

Maka seandainya tidak menemukan budak mukmin, hendaklah wajib berpuasa 2 bulan berturut-turut, maka jika tidak kuasa untuk berpuasa 2 bulan berturut-turut maka wajib member makan kepada 60 orang miskin atau orang faqir tiap-tiapnya 1 mud. Tegasnya yaitu perkara yang mencukupkan perkara zakat fitrah.

Jika tak kuasa (apes) dari tiga hal diatas itu tetap kifarat menjadi tanggungan orang tersebut dan jika orang tersebut kuasa terhadap salah satu tingkah kifarat maka tunaikanlah kifarat tersebut.

وَمَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ فَائِةٌ مِنْ رَمَضَانَ بِعُذْرٍ كَمَنْ اَفْطَرَ فِيْهِ لِمَرَضٍ وَلَمْ يَتَمَكَّنْ مِنْ قَضَآءِهِ كَأَنِ اسْتَمَرَّ مَرَضُهُ حَتَّى مَاتَ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ فِيْ هَاذَ الْفَائِتِ وَلاَ تُدَارَكَ لَهُ بِالْفِدْيَةِ، وَإِنْ فَاتَ بِغَيْرِ عُذْرٍ وَمَاتَ قَبْلَ التَّمَكُّنِ مِنْ قَضَآءِهِ اَطْعَمَ عَلَيْهِ اَيْ اَخْرَجَ الْوَلِيُّ عَنِ الْمَيِّتِ مِنْ تِرْكَتِهِ لِكُلِّ يَوْمٍ فَاتَ مُدُّ طَعَامٍ وَهُوَ رِطْلٌ وَثُلُثٌ بِالْبَغْدّادِيِّ وَهُوَ بِالْكَيْلِ نِصْفُ قَدْحٍ مِصْرِيْ وَمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ هُوَ الْقَوْلُ الْجَدِيْدُ وَالْقَدِيْمُ لاَ يَتَعَيَّنُ اَلْإِطْعَامُ، بَلْ يَجُوْزُ لِلْوَ لِيِّ اَيْضًا اَنْ يَصُوْمَ عَنْهُ بَلْ يُسَنُّ لَهُ ذَالِكَ كَمَا فَيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَصَوَّبَ فِيْ الرَّوْضَةِ اَلْجَزْمَ بِالْقَدِيْمِ.

Dan barang siapa mati dan terkena kewajiban berpuasa yang luput dari puasa romadhon disebabkan ‘udzur seperti orang yang berbuka puasa romadhon karena sakit dan tak bisa untuk mengqodhonya seperti tetap dalam kondisi sakit hingga mati orang tersebut maka tak ada dosa baginya pada puasa yang luput ini. Dan tidaklah mesti disusul dengan Fidyah.

Dan jika luput puasanya bukan karena ‘udzur seseorang yang meninggal sebelum mengqodho puasanya yang telah luput, maka hendaklah memberi makan wali dari mayit tegasnya yaitu mengeluarkan wali dari harta peninggalan mayit, itu tetap tiap-tap hari yang telah luput dari puasa 1 mud makanan pokok setempat. 1 mud yaitu 1. 1/3 kati (satu sepertiga kati) baghdad, dan 1 mud menurut takaran yaitu ½ kulak gelas negara mesir.

Perkara ini yang telah ditutur oleh mushonnif (pengarang kitab) adalah qoul jadid (imam syafe’i) dan tak ada batasan memberi makanan pokok menurut qoul qodim. Akan tetapi juga boleh bagi wali berpuasa (mengqodho puasa) bagi mayit, bahkan disunnahkan bagi wali berpuasa seperti yang telah ditutur dalam kitab Syarah Al Muhadz-dzab dan membenarkan Imam Nawawi dalam kitab Ar-Raudhoh halnya kepastian qoul qodim.

وَالشَّيْخُ الهَرَمُ وَالْعَجُوْزُ وَالْمَرِيْضُ اَلَّذِيْ لَا يُرْجَى بَرْؤُهُ اِذَا عَجَزَ كُلٌّ مِنْهُمْ عَنِ الصَّوَمِ يُفْطِرُ وَيُطْعِمُ عَنْ كُلَّ يَوْمٍ مُدًّا وَلَا تَعْجِلُ الْمُدِّ قَبْلَ رَمَضَانٍ وَيَجُوْزُ بَعْدَ فَجْرِكُلِّ يَوْمٍ. وَالْحَامِلُ وَالْمُرْضِعُ اِنْ خَفَتَا عَلَى اَنْفُسِهِمَا ضَرَرًا يَلْحَقُهُمَا بِالصَّوْمِ لِضَرَرِالْمَرِيْضِ اَفْطَرَتَا وَجَبَ عَلَيْهِمَا اَلْقَضَآءُ وَاِنْ خَافَتَا عَلَى اَوْلاَدِهِمَا اَيْ اِسْقَاطِ الْوَلَدِ فِيْ الْحَامِلِ وَقِلَّةِ اللَّبَنِ فِيْ الْمُرْضِعِ اَفْطَرَتَا وَجَبَ عَلَيْهِمَا قَضَآءُ لِلْإِفْطَارِوَالْكَفَارَةُ اَيْضًا.

Adapun kakek-kakek yang pikun serta nenek-nenek yang pikun dan orang yang sakit yang tidak ada harapan sembuh (secara medis) jika luput berpuasa dari tiap-tiap perkara diatas maka hendaklah berbuka dan memberi makan (fidyah) setiap hari yang luput dari puasa 1 mud. Dan janganlah menyegerakan fidyah sebelum masuk bulan romadhon, akan tetapi boleh mengeluarkan fidyah setelah fajar dibulan puasa tiap-tiap harinya 1 mud.

Sedangkan ibu yang hamil, ibu yang menyusui jika khawatir terhadap dirinya sendiri karena adanya mudhorot terhadap mereka disebabkan puasa sehingga sakit, maka mereka boleh berbuka puasa serta wajib qodho saja. Akan tetapi jika mereka khawatir terhadap anaknya (janin dan anak yg disusui) tegasnya yaitu gugur anak yg dikandungnya atau khawatir air susu ibunya (ASI), maka boleh berbuka serta wajib bagi mereka Qodho karena berbuka dan kifarat juga.

وَالْكَفَارَةُ اَيْضًا وَالْكَفَارَةُ اَنْ يَخْرُجَ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدٌّ وَهُوَ كَمَا سَبَقَ رِطْلٌ وَثُلُثٌ بِالْعِرَقِيِّ وَيُعَبَّرُ عَنْهُ بِالْبَغْدّادِيِّ وّالْمَرِيْضُ وَالْمُسَافِرُسَفَرًا طَوِيْلًا مُبَاحًا اِنْ تَضَرَّرَ بِالصًّوْمِ يُفْطِرَانِ وَيَقْضِيَانِ وَلِلْمَرِيْضِ اِنْ كَانَ مَرَضُهُ مُطْبِقًا تَرْكُ النِّيَّةِ مِنَ اللَّيْلِ وَاِنْ لَمْ يَكُنْ مُطْبِقًا كَمَا لَوْ كَانَ يَحُمُ وَقْتًا دُوْنَ وَقْتٍ وَكَانَ وَقْتَ الشُّرُوْعِ فِي الصَّوْمِ مَحْمُوْمًا فَلَهُ تَرْكُ النِّيَّةِ وّإِلَّا فَعَلَيْهِ اَلنِّيَّةُ لَيْلًا فَإِنْ عَادَتْ اَلْحُمَى وَاحْتَاجَ لِلْفِطْرِ اَفْطَرَ.

kifarat yaitu mengeluarkan terhadap tiap-tiap hari 1 mud, dan 1 mud disini yaitu seperti perkara yang telah ditutur sebelumnya 1.1/3 kati negara Iraq dan dita’bir (diterangkan) terhadapnya halnya kati negara baghdad.

Adapun orang yang sakit dan orang yang bepergian (musafir) yang jauh yang dibolehkan (bukan perjalanan maksiat) jika menyebabkan mudhorot karena puasa, maka mereka boleh berbuka serta wajib qodho. Dan boleh bagi orang yang sakit jika keadaan sakitnya lama meninggalkan niat berpuasa (berniat tidak puasa) dimalamnya. Dan jika sakitnya tidak tidak lama seperti perkara sakit panasnya di satu waktu saja tidak diwaktu lainnya (misalnya sore saja atau malam saja) sedangkan kondisi pada saat waktu yang disyari’atkan untuk berpuasa (terbit fajar shodiq) masih dalam keadaan panas maka boleh meninggalkan niat berpuasa , akan tetapi jika bukan diwaktu yang disyari’atkan berpuasa sakit panasnya maka wajib baginya niat pada malamnya. Seandainya sakit panasnya kambuh kembali dan mengharuskan berbuka, maka berbukalah.

Wallahu a’lamu bish-shawab, 
Mudah-mudahan makalah bab shiam yg telah disampaikan dari awal hingga selesai bermanfaat sebagai bekal kita beribadah shoum aamiin, Juga mohon maaf bila ada keliru.

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu anla ilaaha illa anta astaghfiruka wa atubuh ilaik.